Glitter

Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Rabu, 02 Maret 2011

Mencintai Dengan Sederhana

Hanya sebait puisi inilah yang membuatku cukup kuat untuk merelakannya pergi. Meski dia adalah orang yang berhasil membuat cinta pertama ini tumbuh bersemi bagaikan mawar yang tumbuh merekah.

Baru saja merasakan jatuh cinta, namun saat itu juga harus merasakan sakit hati. Untung saja hati ini dibuat oleh Sang Maha Pandai luar biasa. Jika hati ini dibuat oleh manusia, pastilah sudah hancur berkeping-keping.

Aku mengenalnya sejak sejak kelas 1 SMA. Kebetulan kami sekelas. Tak sengaja seiring berjalannya waktu, kami berdua menjadi dekat karena sama-sama di OSIS dan kebetulan juga di ekskul yang sama. Tak sengaja juga kami bertemu di setiap kepanitiaan sekolah.

''Ra, kamu kok tumben gak bareng Ardi?'' tanya salah seorang temanku yang membuat konsentrasiku jadi buyar. ''Emang kenapa? Ada yang salah kalo aku gak sama Ardi?'', jawabku sambil nyengir. ''Rasanya aneh gitu, kalian kan kayak perangko, nempel terus tiap hari.hahaha'',tambahnya. Terserah orang mau bilang apa, aku digosipin pacaran ma Ardi atau apalah, ga peduli, batinku. Aku ma Ardi cuma sebatas sahabat, gak lebih.

Kira-kira setelah hampir 3 tahun kami menjalin persahabatan, disitulah persahabatan kami diuji. Ada benarnya juga kata orang bahwa terkadang persahabatan bisa berujung pada cinta. Dan ini kenapa harus aku yang merasakannya? Aaaarrrgggghhh. Mungkin, ini ujian untuk membuat hatiku lebih kuat.

Kira-kira sudah 2 tahun lamanya aku memendam perasaan ini. Sungguh sulit diungkap dengan kata-kata. Mungkin itu yang dinamakan jatuh cinta. Setiap kali bertemu, jantung berdegup kencang, rasanya perut ini mual gak karuan, di rumah atau dimanapun sering terbayang-bayang wajahnya. Astaga. Apalagi ini baru pertama kalinya jatuh cinta. Tapi, kenapa yang menjadi first love-ku adalah sahabatku sendiri, Ardi. Cinta memang datangnya tak bisa diduga, dengan mudahnya memasuki relung hatiku tanpa pandang bulu.

Sering aku berandai-andai, kalau aja Ardi bisa baca hatiku. Tentu aku gak akan repot-repot memendam perasaan ini selama 2 tahun. Ingin sebenarnya mengatakan yang sejujurnya, tapi aku tak ingin persahabatan ini rusak cuma gara-gara masalah cinta yang sulit didefinisikan dengan kata. Parah. Konsekuensinya, sering deh ngrasa sakit hati kalo dicurhati masalah orang yang dicintainya.

Ardi bukanlah orang biasa, di sekolah dia termasuk orang yang cukup populer. Selain pintar, dia tampan, organisatoris dan termasuk orang yang cukup alim, tidak neko-neko. Jadi tidak heran bila banyak yang ngefans ma dia, termasuk aku, sahabatnya.

''Aira, kamu kok bengong aja sih dari tadi. Kamu gak dengerin aku ngomong ya?'',tanya Ardi. ''Eh,eh, denger kok Di.Lanjutin aja,''jawabku agak linglung, habisnya aku gak fokus. Aku terlanjur memendam perasaan ini dan rasanya hati ingin menangis. Itulah yang biasa terjadi kalo Ardi lagi curhat. Sehabis dicurhati ma Ardi, biasanya aku langsung menyendiri di ruang baca perpus, berusaha menenagkan diri.

Suatu ketika, tak sengaja aku menemukan sebuah puisi waktu baca bukunya Sapardi Djoko Darmono. Kira-kira begini bunyinya...
''Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan.''

Karena begitu tinggi bahasanya dan otakku seolah tak mampu menjangkaunya, namun aku tahu bahwa maknanya sangat dalam, jadi kuputuskan menuliskannya dalam notesku dan menyimpannya hingga hari ini. Hari dimana perasaan terhadapnya masih belum bisa hilang, mungkin karena dia cinta pertama.

Setelah lulus, kami berpisah. Dia memilih menjadi dokter di Universitas Indonesia, sementara aku memilih untuk menjadi seorang insinyur di teknik industri ITB. Antara bandung dan jakarta tak seberapa jauh, kira-kira dua jam perjalanan. Aku terpaksa harus merelakan jalan kami yang berbeda, karena memang keinginan yang berhubungan dengan hati tak bisa dipaksakan.

Hingga saat ini pun, aku masih menyimpan perasaanku terhadap Ardi dan cukuplah aku dan Tuhan saja yang tahu. Aku tak ingin membuat cinta ini menjadi rumit hanya karena aku tak mampu mengungkapkannya. Aku hanya ingin membuatnya jadi sederhana, jadi aku melupakan perasaan ini dan memilih bereuforia dengan apa yang aku jalani sebagai mahasiswa ITB.

Aku cuma ingin bisa mencintainya dengan sederhana. Sebagaimana sepenggal kata pada puisi Sapardi Djoko Darmono. ''Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.'' Mencintai dengan sederhana yang membuatku merasakan jatuh cinta dengan kesepian.

Tapi, kalo kita jodoh, mungkin kita akan dipersatukanNya tanpa aku harus mengatakan perasaan yang aku pendam selama ini. Tapi, kamu akhirnya bisa membaca hatiku bahwa sebenarnya aku orang yang benar-benar mencintaimu. Kamu pun memilihku karena kamu beranggapan bahwa akulah yang memang pantas untukmu.

Namun, itu hanya Tuhan yang tahu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar