Glitter

Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

Minggu, 24 Oktober 2010

Bagaimana Seharusnya Menteri Kesehatan Menyelesaikan Semua Ini?

Menteri...
Ketika mendengar kata-kata itu, otak saya ini langsung berpikir
bahwa seorang menteri memiliki tanggung jawab yang luar biasa berat
dibandingkan rakyat Indonesia yang lain.
Karena segala hal yang diurusi oleh menteri,terutama disini menteri kesehatan
menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi menteri kesehatan, tanggung jawabnya
besar sekali dalam hal membuat masyarakat Indonesia ini menjadi sehat dan tidak hanya itu, tapi juga memikirkan bagaimana caranya membuat masyarakat Indonesia ini sadar akan pentingnya kesehatan serta bagaimana melindungi masyarakat agar tidak terjangkit penyakit. Masih banyak lagi tanggung jawab yang harus dipikul menurut saya. Lebih dari apa yang saya sebutkan diatas. Namun, tahukan para pembaca sekalian bahwa dahulunya ketika masa kepemimpinan presiden Gus Dur, menteri kesehatan ini dianggap tidak terlalu penting dalam kebinet dan dalam politik negeri ini. Hal itu terbukti dengan 'akan' dihapusnya Departemen Kesehatan dari kebinet negara ini, tapi tidak jadi. Sampai ada sebuah ungkapan yang saya baca dalam sebuah artikel di internet ''Mengapa Ada Menteri Kesehatan?''.

Dalam artikel tersebut diungkapkan mengapa harus ada menteri kesehatan jika uraian tugasnya tidak begitu jelas dan selama ini kedudukan kementerian kesehatan seakan-akan hanya menjadi pelengkap politisi dari kabinet negara ini. Membaca artikel tersebut saya jadi ingin tertawa. Sebagai calon tenaga kesehatan, menurut saya, kedudukan menteri kesahatan ini sangatlah vital , tidak hanya sebagai tempat untuk balas jasa bagi beberapa orang, terutama dokter atau orang-orang yang dekat dengan presiden. Namun,tanggung jawab menteri kesehatan ini menyangkut kesehatan masyarakat Indonesia.

Selama ini, pelayanan kesehatan di negara ini bagi sebagian besar masyarakat masihlah sangat kurang. Sistem kesehatan yang ada cenderung dibisniskan sehingga hanya kalangan borjuis sajalah yang dapat menikmati segala layanan dan fasilitas kesehatan yang tersedia, sementara kaum proletar sulit menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang ada. Hingga muncul ungkapan bahwa ''Masyarakat Miskin Tidak Boleh Sakit''. Meski pemerintah sudah memberikan fasilitas jamkesmas dan jamkesda bagi masyarakat miskin agar dapat menikmati layanan dan fasilitas kesehatan, namun dalam implementasi di kehidupan nyata, masyarakat miskin masih sulit memperoleh layanan dan fasilitas kesehatan.

Penggunaan jamkesmas dan jamkesda sangat diremehkan. Hal itu terbukti dengan kurang tanggapnya pihak administrasi rumah sakit dan pasien dengan jamkesmas dan jamkesda selalu memperoleh pelayanan terakhir dibandingkan dengan pasien yang berduit. Saya tidak menyalahkan adanya kenyataan bahwa orang-orang yang berduit dinomorsatukan dalam hal pelayanan kesehatan tidak seperti orang-orang miskin yang hampir selalu dinomorduakan.

Padahal,menurut yang saya tahu dari media cetak maupun media elektronik serta internet,penyakit-penyakit yang ganas seperti kanker,tumor,penyakit kongenital (penyakit bawaan sejak lahir) seperti katup jantung bocor, gagal ginjal dan berbagai penyakit ganas lain lebih banyak menyerang masyarakat miskin. Dan untuk dapat menyembuhkan penyakit-penyakit ganas tersebut dibutuhkan treatment yang bisa dibilang tidak murah sebab kebanyakan harus dilakukan operasi, seperti penyakit katup jantung bocor, dibutuhkan paling tidak ratusan juta untuk biaya operasi dan obat-obatan. Dari pengalaman saya sendiri, ketika operasi kaki saya yang patah saja berlu minimal tiga puluh juta untuk pembelian alat kedokteran dan biaya obat serta perawatan di rumah sakit. Apakah semua biaya itu dapat dijangkau oleh masyarakat miskin?

Sementara itu, mengenai sikap tenaga kesehatan terhadap pasien, yang kurang bersikap ramah, tidak memberikan KIE (Komunikasi,Informasi dan Edukasi)sebagaimana yang terjadi pada kasus Prita Mulyasari, dimana tenaga kesehatan yang bertanggung jawab saat itu memberikan treatment dengan mengabaikan hak pasien sebagaimana dalam disebutkan dalam etika kedokteran bahwa dokter harus menghormati hak otonom pasien ketika memberikan treatment pada pasien, namun itu tidak dilakukan sehingga terjadilah skandal seperti yang dialami Prita Mulyasari.

Tidak hanya itu saja, ketika berbicara mengenai kualitas tenaga kesehatan yang ada di negara Indonesia ini. Hal itu membuat saya berpikir, sebenarnya bagaimana tingkat kualitas yang dimiliki oleh tenaga kesehatan negara ini? kenapa banyak tenaga kesehatan,kita ambil contoh saja,dokter umum. Lulusan dokter umum masih banyak yang harus mencari pekerjaan. Apakah hal itu terjadi karena terlalu banyak dokter yang diluluskan? Meski kini sudah ada ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI) dan program internship bagi para lulusan dokter, tidak lantas semua itu menjamin bahwa dokter yang telah lulus UKDI dan internship mampu menangani pasien secara profesional dan dapat dijamin kualitasnya serta dapat membuat pasien puas dengan pelayanannya. Kemudian, kasus malpraktik yang marak terjadi di negara ini, seperti praktik aborsi dan masih banyak lagi.

Pernah saya baca sebuah artikel dari blog seorang kolega yang berjudul ''Kenapa Dokter Harus Kaya ?''. Dalam artikel tersebut dipaparkan bahwa dokter dalam pandangan masyarakat sudah identik dengan kekayaan dan kemapanan. Tidak heran kalau sampai sekarang dalam ujian SNMPTN, pilihan program studi pendidikan dokter masih menempati urutan pertama untuk program studi IPA di seluruh Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.

Hingga saat ini paradigma masyarakat bahwa ketika menjadi dokter. hidupnya akan enak, banyak uang, mapan dsb. Tapi kenyataannya, dokter yang baru lulus dari studinya, masih harus mencari lowongan kerja, kecuali dia memang anak orang kaya yang memiliki banyak koneksi. Di artikel tersebut juga dipaparkan bahwa kesejahteraan dokter tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah. Ambil contoh saja dokter PNS yang bekerja di RS Pemerintah.

Pemerintah masih enggan membayar dokter dengan layak karena pekerjaan dokter dianggap sebuah pengabdian. Namun, seorang dokter juga memiliki keluarga yang harus dinafkahi, jika begitu lantas bagaimana hidup keluarganya. Mengabdi iya mengabdi, tapi kalau dalam pengabdian itu tenaga yang mengabdi kurang begitu diperhatikan dari lahir dan batinnya, bisa tidak ikhlas dan lurus lagi niatannya. Belum lagi diwajibkan oleh organisasi profesi untuk update ilmu dan ikut seminar yang notabene tidak ada yang murah.

Jika begitu kondisinya, saya jadi berpikir apakah ini penyebab ada dokter yang melakukan tindak malpraktik dan tenaga kesehatan bersikap kurang ramah, tidak membuat pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan sehingga katika orang datang berobat bukannya puas tapi malah cemas. Ya, akibat kurang diperhatikannya kesejahteraan tenaga kesehatan oleh pemerintah. Beberapa negara tetangga sudah memberikan penghargaan yang layak bagi tenaga kesehatan, terutama dokter sehingga memperoleh imbal balik atas profesionalitas kerja para dokter mereka. Fakta lain di lapangan yang saya tahu, pasien kita lebih senang berobat di negeri orang dibandingkan di negeri sendiri.

Semua itu membuat saya selama ini berpikir keras.
Apa yang salah sebenarnya? Apa semua itu menunjukkan bahwa kualitas tenaga kesehatan negara ini masih kurang dibandingkan dengan negara lain? Dimana sebenarnya inti masalah dari semua ini?
Semua itu membuat saya selama ini berpikir keras, siapa yang seharusnya disalahkan?
Apakah ini semua menjadi tanggung jawab menteri kesehatan saja atau sudah harus pemerintah yang turun tangan?

Dengan adanya problematika yang saya sebutkan di atas, saya jadi bertanya-tanya Dimanakah Menteri Kesehatan kita selama ini?
yang notabene bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, yang setiap kebijakannya diorientasikan untuk kesehatan masyarakat.
Bagaimanakah seharusnya sikap menteri kesehatan terhadap masalah-masalah kesehatan yang ada di negara ini?
Apa suatu saat nanti menteri kesehatan dapat memecahkan semua persoalan ini?
Pertanyaan terbesar saya adalah KAPAN solusi untuk persoalan-persoalan diatas dapat terimplementasikan di masyarakat?

Semoga suatu saat nanti akan ada menteri kesehatan yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar